Langsung ke konten utama

Postingan

Orang Yang Mengerti Bahasa Pasti Akan Membela Mati-Matian Pernyataan Budi Arie, Salah Satunya adalah Saya

Orang Yang Mengerti Bahasa Pasti Akan Membela Mati-Matian Pernyataan Budi Arie, Salah Satunya adalah Saya Oleh : Mohammad Nayaka Rama Yoga Sumber: Dokumentasi Penulis, 2025 Istilah “projo” belakangan kembali menjadi perbincangan setelah Budi Arie Setia, Ketua Umum PROJO, dalam sebuah wawancara menyatakan bahwa kata tersebut bermakna "rakyat" dalam bahasa Jawa Kawi. Banyak pihak kemudian menilai pernyataan itu sebagai klaim politis saja dan upaya untuk melunturkan citra "Pro-Jokowi" pada organisasi PROJO. Namun, kalau boleh jujur, jika kita tinjau dengan pendekatan filologi dan linguistik historis, pernyataan Budi Arie justru tepat secara ilmiah . Kata projo memiliki akar yang sangat tua dalam tradisi bahasa Jawa dan Sanskerta, dan makna dasarnya sebagai “rakyat” telah terdokumentasi sejak abad ke-8 hingga ke-10 M. Dengan kata lain, apa yang dikatakan Budi Arie bukanlah sebuah kebohongan maupun pemaknaan baru, melainkan fakta bahasa yang telah dibuktikan oleh penel...
Postingan terbaru

Apakah Salah Ketika Saya Berpartai

Apakah Salah Ketika Saya Berpartai Oleh : Mohammad Nayaka Rama Yoga Dahulu, pada masa awal kemerdekaan hingga tahun 1960-an, orang Indonesia tidak pernah malu untuk berpolitik. Justru pada masa itu, masyarakat merasa bangga apabila mereka menjadi bagian dari suatu partai. Petani ikut rapat organisasi petani di setiap balai desa, buruh membaca koran partai di sela-sela waktu istirahat kerjanya, mahasiswa belajar berorasi dari mentor-mentor organisasi sayap partai, dan ibu-ibu di kampung-kampung mengikuti kegiatan arisan yang dikelola oleh organisasi perempuan partai. Politik menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan sebagai sesuatu yang jauh, rumit, atau hanya milik para elite partai. Sejarawan Benedict Anderson (1972) menyebut masa-masa ini sebagai periode ketika rakyat bukan hanya berbicara tentang politik, tetapi benar-benar menjalankan politik sebagai bagian dari kehidupan mereka. Pada masa itu, partai-partai politik memiliki basis sosial yang sangat kuat, bahkan sampai terse...

Ketika Penindas Disebut Pahlawan, Wujud Tertinggi Impunitas di Negeri Ini

Ketika Penindas Disebut Pahlawan, Wujud Tertinggi Impunitas di Negeri Ini Ditulis Oleh Mohammad Nayaka Rama Yoga Negara kembali mempermainkan ingatan kita. Di tengah luka sejarah yang belum sepenuhnya sembuh, di tengah tuntutan reformasi yang sampai saat ini tidak pernah terwujud, pemerintah pada hari ini justru mengumumkan sebuah berita yang maha ngawur. Soeharto diangkat sebagai Pahlawan Nasional . Sebuah keputusan yang bukan hanya absurd, tetapi juga menjadi perwujud maha dahsyat dari impunitas yang telah mengakar dalam tubuh republik ini. Betapa ironisnya negara ini, di mana seorang penguasa yang telah menuangkan banjir darah genosida, korupsi, dan merepresi rakyatnya, kini diangkat sejajar dengan  para pahlawan yang sudah berjuang dengan nyawa dan harta demi rakyat Indonesia. Seolah-olah sejarah dapat diputihkan hanya dengan piagam penghargaan dan upacara penghormatan. Pemberian gelar ini adalah suatu perayaan terhadap bangsa kita yang pelupa. Peristiwa ini menampar wajah pa...

Zaman Jahiliyyah Di Masa Pra-Islam : Apakah Benar-Benar Zaman Yang Penuh Kebodohan

  Zaman Jahiliyyah Di Masa Pra-Islam Apakah Benar-Benar Zaman Yang Penuh Kebodohan Ditulis Oleh Mohammad Nayaka Rama Yoga   Selama ini, ketika orang mendengar istilah “zaman jahiliyyah”, bayangan yang muncul pertama kali dalam benak kita adalah orang-orang arab yang hidup tanpa adanya aturan, berperilaku kasar, tidak beragama, barbar, dan lain sebagainya. Itu wajar-wajar saja karena cara pandang kita terhadap hal tersebut sangat dipengaruhi oleh pengajaran dari guru-guru SKI di sekolah. Kemudian pemahaman itu juga berasal dari sudut pandang setelah Islam datang. Artinya, kita melihat masa sebelum Islam dari kacamata masa sesudahnya. Dalam studi sejarah agama, ini disebut dengan retrospective labeling , masa lalu diberi nama oleh masa sesudahnya. Itu sah-sah saja secara keagamaan, karena Al-Qur’an memang mengkritik praktik sosial waktu itu. Tapi kalau kita memakai kacamata yang lebih kritis, kita perlu bertanya-tanya apakah kata “jahiliyyah” itu menggambarkan seluruh ke...

Ketika Politik Hari Ini Tak Lagi Membicarakan Gagasan

Penulis : Mohammad Nayaka Rama Yoga Politik Hari Ini Penuh dengan Riuh Keramaian Tapi Sepi dengan Gagasan Kalau kita perhatikan, politik di Indonesia hari-hari ini memang rame banget. Media sosial penuh dengan potongan video politisi saling sindir, perang tagar tiap minggu, dan konten yang niat banget dibuat biar viral. Sekilas, politik kita tampak hidup. Tapi kalau dicermati lebih dalam, yang rame itu lebih banyak soal gaya, bukan isi. Kita jarang banget dengar politisi ngomongin gagasan.  Misalnya, waktu Pemilu 2024 kemarin, banyak calon sibuk tampil di TikTok, bikin podcast, atau hadir di acara-acara hiburan. Tapi berapa banyak yang betul-betul menjelaskan rencana jangka panjangnya untuk pendidikan, lapangan kerja, atau soal harga pangan? Gagasan sering kali cuma disinggung sekilas, lalu diganti dengan janji-janji umum yang enak didengar tapi nggak jelas bagaimana caranya. Ini bukan cuma kesan pribadi. Lembaga survei Indikator Politik Indonesia pernah merilis data bahwa 65% pem...

Filsafat Sosial: Membongkar Realitas di Masyarakat

Kalau kamu mendengar kata filsafat , mungkin yang terbayang adalah orang duduk termenung sambil mempertanyakan makna hidup. Tapi tahukah kamu, ada cabang filsafat yang membahas hal-hal yang sangat dekat dengan kita? Tentang keadilan, kebebasan, kekuasaan, solidaritas, dan hidup bersama sebagai manusia. Itulah yang dibahas dalam filsafat sosial . Filsafat sosial adalah cabang filsafat yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan besar tentang kehidupan masyarakat. Bukan soal pribadi, tapi soal bagaimana manusia hidup bersama , membentuk aturan, sistem, dan nilai bersama. Misalnya, kenapa ada orang kaya dan orang miskin? Apa itu keadilan? Apakah negara punya hak mengatur hidup kita? Dan bagaimana kita bisa hidup damai dalam perbedaan? Yang menarik dari filsafat sosial adalah ia tidak langsung kasih jawaban pasti . Ia justru mengajak kita untuk bertanya lebih dalam, menggugat yang dianggap biasa, dan berpikir kritis soal kenyataan sosial yang sering kita anggap “sudah seharusnya begitu.”...

Ketika Agama Bukan Lagi Sekadar Ibadah: Mengenal Sosiologi Agama

Kalau bicara soal agama, yang terbayang biasanya adalah ibadah, kitab suci, tempat ibadah, atau aturan hidup yang bersumber dari kepercayaan kepada Tuhan. Tapi tahukah kamu, agama ternyata bukan cuma soal hubungan manusia dengan Tuhan. Agama juga soal hubungan manusia dengan manusia lain. Ia membentuk cara kita bersikap, memilih, bahkan berkonflik. Dan semua itu bisa dipelajari lewat satu cabang ilmu: sosiologi agama . Sosiologi agama memandang agama bukan dari sisi keyakinannya, tapi dari sisi fungsinya dalam masyarakat . Ia bertanya, “Apa peran agama dalam kehidupan sosial?”, “Bagaimana agama memengaruhi cara orang berinteraksi?”, atau “Kenapa agama bisa mempererat, tapi juga memecah belah masyarakat?” Dalam pendekatan ini, agama dipahami sebagai kekuatan sosial, agama menciptakan norma, mengatur perilaku, dan bahkan membentuk identitas kolektif. Ambil contoh perayaan keagamaan. Di luar sisi ibadahnya, perayaan itu juga memperkuat solidaritas. Orang berkumpul, saling memberi, salin...